Komersialisasi generasi kelima telekomunikasi seluler atau 5G sudah mulai dilakukan di beberapa negara dan kawasan, misalnya Amerika Utara, Eropa, Korea Selatan, China, Jepang dan Australia. Di Indonesia, untuk tahap awal kebutuhan 5G bukan ditujukan untuk konsumen melainkan untuk kawasan industri.
“Jaringan 5G bergerak berdasarkan kebutuhan ekosistem yang ada. Jadi sekarang yang kita siapkan justru frekuensinya dulu. Supaya nanti saat kita mengumumkan 5G di Indonesia, frekuensi-nya yang world wide platform,” ujar Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail di Jakarta, Selasa 23 April 2019.
artinya, frekuensi tersebut bukanlah yang khusus dipakai di Indonesia, namun dipakai di seluruh dunia. Dengan demikian akan membuat perangkat menjadi lebih murah. Secara garis besar ada tiga lapisan frekuensi; bandwidth rendah, menengah dan atas. Namun penentuan frekuensi untuk 5G masih menunggu sidang World Radion Communication Conference (WRC) pada Oktober 2019.
“Kami sedang menunggu WRC, setelah itu baru kita tetapkan. Tapi perkiraannya sudah kita ketahui, mudah-mudahan akhir tahun ini sudah ada,” katanya. Soal berapa tahun lagi 5G akan siap di Tanah Air, Ismail menyatakan, bergantung pada kesiapan investasi dari operator, bukan regulator yang bisa menentukan kapan itu akan siap. Regulator tugasnya ialah mempersiapan frekuensi dan standarisasi.
Country Manager Qualcomm Indonesia, Shannedy Ong berpendapat, jaringan 5G kesiapannya bergantung pada regulasi 5G. Kemungkinan bisa dikomersialisasikan pada 2020 atau 2021, tergantung kapan pemerintah akan memberi spektrum.
“Beberapa negara sudah ada di fase pertama, Indonesia mungkin beberapa tahun lagi. Jaringan baru ini akan membawa perubahan, menciptakan bisnis model baru dan memiliki pengaruh besar dari sisi jaringan serta beberapa komponen yang saling berhubungan,” katanya.
Sumber teks: Tim Viva (Viva.co.id); Gambar : endgadged